PERAYAAN HARI VALENTINE
Tasyabuh (menyerupai) orang kafir adalah fenomena yang telah merebak luas di kalangan masyarakat Islam. Salah satu bentuk tasyabuh yang cukup banyak terjadi adalah tasyabuh orang kafir dalam perayaan hari-hari besar mereka, yang salah satu di antaranya adalah apa yang dikenal dengan istilah hari valentin. Dalam makalah ini penulis menjelaskan latar belakang perayaan valentine dan hukum merayakannya disertai dengan nukilan dari fatwa Syekh Muhammad As-ShalehUtsaimin yang terkait dengan hal tersebut.
Pada suatu pagi Nura (nama seorang remaja putri) tiba-tiba datang kepada teman-temanya dengan membawa bunga mawar merah di dadanya yang disambut mereka dengan senyuman yang diiringi pertanyaan: “Dalam rangka apa kamu membawa bunga ini?”
Nura menjawab: Tidakkah kamu tahu bahwa hari ini adalah hari kasih sayang, semua orang sedang merayakanya dan saling memberi ucapan selamat, ini adalah perayaan terhadap kasih sayang, romantisme, kejujuran, ini adalah hari valentine…..dia terus berbicara dengan bangga menceritakan apa yang ia saksikan di saluran televisi, akan tetapi Amel – yang ikut mendengar cerita dengan seksama- bertanya kepada Nura dengan penuh rasa heran: Apa artinya valentine?
Dia menjawab: Artinya “cinta” dalam bahasa Latin..
Amel si gadis berpendidikan itu tertawa mendengar jawaban Nura, lalu berkata: Kamu merayakan sesuatu yang kamu sendiri tidak tahu maknanya? Sesungguhnya Valentine itu adalah seorang pendeta Nasrani yang hidup di abad ketiga Masehi. Amel terus bercerita tentang semua hal terkait dengan pendeta tersebut dan menjelaskan bahwa hari raya Valentine adalah semata-mata hari raya agama Nasrani yang bertujuan untuk mengenang salah seorang tokohnya.
Amel sangat menyesalkan perilaku sebagian remaja putri yang menelan begitu saja segala informasi yang diberitakan kepada mereka tanpa memikirkan secara jernih apa yang sebenarnya.
Latar Belakang Perayaan Valentine
Amel mengatakan kepada teman-temannya bahwa dalam Ensiklopedi Katolik menyebutkan tiga riwayat seputar Valentine, tetapi yang paling terkenal adalah apa yang disebutkan sebagian kitab yang menyatakan bahwa pendeta Valentine dulu hidup di abad ke tiga Masehi pada masa pemerintahan Kaisar Roma Kalaudis II.
Pada tanggal 14 Februari 270 M, kaisar ini mengeksekusi mati pendeta tersebut karena ia menentang terhadap beberapa perintah kaisar. Apa gerangan perintah yang ditentang oleh pendeta tersebut? Amel mengatakan bahwa kaisar mengamati pendeta tersebut telah berdakwah kepada agama Nasrani, lalu ia memerintahkan agar pendeta tersebut ditahan dan dieksekusi.
Riwayat lain menambahkan bahwa kaisar memandang bahwasanya para bujangan lebih bisa sabar dalam medan perang dari pada mereka yang berkeluarga. Para suami selalu berusaha menolak untuk pergi berperang. Oleh karena itu, kaisar mengeluarkan perintah yang melarang perkawinan, akan tetapi pendeta Valentine menentang perintah itu dan tetap menyelenggarakan akad nikah di gerejanya secara sembunyi-sembunyi, hingga akhirnya terungkaplah perkaranya lalu kaisar memerintahkan penangkapan terhadap pendeta itu dan memenjarakanya.
Di dalam penjara pendeta berkenalan dengan seorang gadis, putri salah seorang sipir penjaga penjara. Gadis itu mengidap satu penyakit, lalu bapaknya meminta kepada pendeta agar menyembuhkanya. Setelah iobati, tak lama kemudian gadis itu sembuh –sebagaimana yang diceritakan dalam riwayat itu- dan pendeta itu jatuh cinta kepadanya. Dan sebelum dieksekusi, pendeta mengirim kepada gadis itu sebuah kartu yang di atasnya tertulis: “Dari yang tulus Valentine.“ Sebelum kejadian itu gadis tersebut telah masuk agama Nasrani bersama 46 orang kerabatnya.
Riwayat ketiga menyebutkan bahwa ketika agama Nasrani tersebar di Eropa, ada satu bentuk ritual keagamaan di salah satu kampung yang menarik perhatian para pendeta, yang mana para pemuda desa berkumpul di pertengahan bulan Februari dalam setiap tahunnya. Mereka mencatat seluruh nama gadis desa lalu memasukannya ke dalam sebuah kotak. Setiap pemuda diberi kesempatan untuk mencabut satu nama, dan nama gadis yang keluar itulah yang akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun itu. Mereka pada saat itu ia langsung mengirim kepada sang gadis sebuah kartu yang tertulis di atasnya: “Dengan menyebut nama Tuhan Ibu aku kirim kepadamu kartu ini“. Hubungan cinta ini berlanjut hingga melewati satu tahun itu baru kemudian dirubah.
Para pendeta memandang bahwa ritual tersebut dapat mengokohkan akidah orang-orang Roma, dan mereka menyadari bahwa ritual ini sangat sulit untuk dihapus, karena itu mereka menetapkan untuk merubah kalimat yang diucapkan para pemuda itu dari “Dengan menyebut nama Tuhan Ibu“ menjadi: “Dengan menyebut pendeta Valentine,“ sebab ia adalah simbol Nasrani, dan dengan cara itu mereka dapat mengaitkan para pemuda ini dengan agama Nasrani.
Riwayat lain menceritakan: bahwa Valentine ditanya tentang Tuhan Roma Athard, dia adalah Tuhan yang mengurusi perniagaan, kefasihan, makar dan pencurian, dan Jupiter yang merupakan Tuhan Roma terbesar, maka Valentine menjawab; Tuhan-Tuhan ini adalah rekayasa manusia, Tuhan yang sebenarnya adalah Isa Al-Masih.
Amel berkata: “Maha Tinggi Allah dari semua yang dikatakan orang-orang yang bodoh itu.”
Amel melanjutkan: Salah seorang pendeta mengatakan bahwa sungguh bapak-bapak dan ibu-ibu kita heran menyaksikan perkembangan terakhir bentuk perayaan agama ini, yang sebagian kartu ucapan selamat hari valentine memuat gambar anak kecil yang bersayap dua mengelilingi hati yang dibidik dengan anak panah.
Amel bertanya kepada teman-temanya: “Tahukah kalian apa yang dimaksud oleh symbol tersebut?”
Amel juga mengatakan bahwa ada salah satu website perayaan valentine yang sekelilingnya dihiasai gambar hati yang di tengahnya ada salib!!!
Hukum Merayakan Hari Valentine
Majida menambahkan apa yang dikatakan Amel dengan apa yang telah ia baca terkait hukum merayakan hari raya orang Yahudi dan Nasrani seraya mengatakan bahwa dalam masyarakat yang dikuasai keyakinan akan cinta sejati dan mengharap kebaikan melalui ikatan keluarga mulai bermunculan tradisi-tradisi yang aneh pada sebagian kecil gadis-gadis beriman. Hal itu dampak dari siaran-siaran televisi, khususnya pada sebagian orang yang mengidap penyakit taklid (suka meniru) terutama di negara-negara industri maju, maka di situlah demam meniru begitu cepat menyebar khususnya pada wanita-wanita yang kurang pendidikan. Hal semacam itu juga tak lain adalah tanda kemunduran dan kekalahan, maka seyogyanya bagi setiap cendekiawan muslimah yang berpendidikan agar waspada terhadap penyakit taklid ini, dan jangan sampai tergoda untuk ikut meniru.
Abu Waqid r.a. menceritakan bahwa tatkalah Rasulullah saw pergi ke Khaibar bertemu dengan sebuah pohon milik orang-orang musyrikin yang dinamakan ”dzatu anwaath.” Mereka biasanya menggantungkan senjata padanya, lalu para sahabat berkata: Ya Rsaulullah, buatkanlah untuk kami dzatu anwaath seperti yang mereka punya, maka Nabi SAW bersabda:
“Maha suci Allah, ini sama dengan yang pernah dikatakan oleh kaum Musa a.s.: buatkanlah untuk kami Tuhan sebagaimana Tuhan mereka, demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya sungguh kalian ini mengikuti langkah-langkah orang-orang sebelum kalian.“ (HR. Tirmizi, hadits hasan).
Karakter suka meniru dan taklid meskipun kenyataanya ada dalam jiwa, namun ia tercela dalam agama jika pelakunya menyimpang dalam keyakinan dan pemikiranya, khususnya apabila terjadi dalam masalah aqidah atau ibadah atau syi’ar agama ataupun adat. Dan tatkalah kaum muslimin di zaman ini lemah maka semakin bertambahlah kwalitas meniru mereka kepada musuh-musuh Islam, dan fenomena-fenomena yang asing bertebaran di mana-mana baik dalam bentuk barang konsumtif ataupun prilaku dan akhlak. Di antara fenomena itu adalah bentuk perhatian mereka yang besar terhadap hari raya valentine yang notabenya bertujuan untuk mengenang pendeta Valentine sebagaimana yang dikisahkan oleh Amel. Jika mereka memperingati itu dengan sebuah keyakianan dan niat mengenang Valentine maka tidak diragukan lagi itu adalah perbuatan kufur, adapun jika tidak bermaksud itu maka ia telah berbuat kemungkaran yang besar.
Ibnu Qayyim mengatakan: “Memberi ucapan selamat terhadap syi’ar-syiar agama kafir adalah haram hukumnya (semua sepakat), seperti memberi selamat atas hari raya mereka atau puasa mereka dengan mengatakan: I’dun mubarak alaika (semoga hari rayamu membawa berkah bagimu), atau berbahagialah dengan hari rayamu, dan yang sejenisnya. Ini semua meski orang yang mengucapkanya tidak dihukumi kafir, namun itu adalah termasuk perbuatan yang diharamkan dan sama saja dengan memberi selamat atas sujud mereka kepada salib. Bahkan hal itu lebih terkutuk dan lebih besar dosanya dibanding memberi selamat terhadap perilaku minum khamr dan membunuh jiwa...Banyak orang yang tidak memiliki perhatian serta sensitifitas agama terjerumus ke dalam perilaku tersebut tanpa menyadari keburukanya, sebagaimana orang yang menyambut seorang hamba atas kemaksiatanya atau perbuatan bid’ahnya atau kekufuranya, maka orang semacam itu diancam mendapat murka dan kutukan-Nya “.
Amel kembali bertanya: „Apa kaitan hal ini dengan masalah wala‘ dan bara‘ wahai Majidah?“
Majidah menjawab: Di antara prinsip-prinsip aqidah salafushalih adalah wala‘ dan bara‘, karena itu wajib atas setiap yang berikrar bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya untuk merealisasikan prinsip ini. Wajib baginya untuk mencintai orang-orang beriman dan membenci orang-orang kafir, termasuk di dalamnya memusuhi dan menyelisihi mereka, dan ia harus meyakini bahwa dalam hal itu terdapat kemaslahatan yang tidak terhitung, sebagaimana dalam tasyabuh (menyerupai) mereka tedapat kerusakan yang jauh lebih besar.
Ditambah lagi bahwa menyerupai orang-orang kafir dapat akan memberikan rasa gembira dan kepuasan pada mereka, sebagaimana hal itu juga berarti mencintai mereka dan memberikan loyalitas perasaan terhadap mereka, karena orang yang merayakan hari raya ini dan melihat ada Margaret atau Hilary juga merayakan momen yang sama, pasti akan memberikan kegembiraan dan kepuasan tersendiri, dan Allah SWT berfirman:
" يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى أولياء بعضهم أولياء بعض ومن يتولهم منكم فإنه منهم إن الله لا يهدي القوم الظالمين "
“Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu), mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara kamu menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya mereka termasuk golongan mereka. Sungguh allah tidak memberi petunjuk kepada oranorang dzalim. “ ( QS. Al-Maidah: 51).
Dan Allah SWT berfirman:
" لا تجد قوما يؤمن بالله واليوم الآخر يوادون من حادالله ورسوله "
“Engkau (Muhamad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan menentang Allah da Rasul-Nya.“ (QS. Al-Mujadilah: 22).
Allah SWT berfirman:
" ولا تأخذكم بهما رأفة في دين الله إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر "
“Dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.“ (QS. An-Nur: 2).
Di antara keburukan tasyabuh (menyerupai) orang-orang kafir adalah bahwa menyerupai mereka berarti ikut menyebarkan syi’ar-syi’ar agama mereka dan menjadikanya dominan. Dengan demikian sunnah menjadi samar dan bercanpur dengan yang lain, dan tidaklah suatu bid’ah dihidupkan kecuali pasti sunnah dimatikan. Dan di antara dampak tasyabuh adalah memperbanyak jumlah mereka serta menolong dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim senantiasa membaca dalam setiap rakaat shalat:
" اهدنا الصراط المستقيم, صراط الذين أتعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين "
“ Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat“. (QS. Al-Fatihah: 7).
Bagaimana ia meminta Allah SWT agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang beriman dan dijauhkan dari jalan orang-orang yang dimurkai dan sesat, sementara ia sendiri yang memilih jalan orang-orang yang dimurkai dan sesat dengan penuh kesadaran.. Saudariku tercinta mungkin mengatakan: ia tidak ikut serta dalam keyakinan mereka, tetapi ia hanya ingin menebar ungkapan cinta dan rasa gembira di tengah sahabat-sahabatnya. Tentu saja ini adalah pandangan yang dangkal dan sebuah kelalaian, padahal Amel telah berbicara menjelaskan prinsip dan asal-usul hari raya ini. Bagaimana kemudian ia menjadi sebuah momen khusus untuk saling tukar-menukar bunga bahkan bagi kaum homo dan lesbian di Barat sebagai ajang melepaskan kebutuhan seks. Bagaimana mungkin seorang muslimah yang suci dan terhormat mensejajarkan diri dengan orang-orang kotor dan rendahan itu?
Merayakan hari valentine bukanlah sesuatu yang biasa, bukan pula perkara mainan, ia adalah satu bentuk nilai/tatanan yang diimpor dari Barat terkait hubungan antara laki-laki dan wanita. Sudah menjadi maklum bahwa mereka tidak mengakui batasan-batasan yang melindungi masyarakat dari dampak kerusakan moral seperti yang dibuktikan oleh fakta sosial mereka yang hancur dewasa ini. Dan Alhamdulillah, kita punya banyak alternatif yang menjadikan kita tidak lagi butuh untuk meniru dan bertaklid kepada mereka. Kita punya ibu misalnya, yang memiliki kedudukan tinggi yang kapan saja kita bisa mempersembahkan hadiah untuknya. Begitu juga bapak, saudara laki-laki dan saudara perempuan serta suami atau istri, tetapi pemberian hadiah tersebut bukan bersamaan dengan perayaan orang-orang kafir tersebut.
Sesungguhnya hadiah yang mengungkapkan rasa cinta adalah sesuatu yang baik, namun jika harus dikaitkan dengan perayaan-perayaan agama Nasrani dan tradisi-tradisi Barat akan menyeret pelakunya menjadi terkontaminasi dan mengikuti budaya dan cara hidup mereka..
Di akhir pembicaraan, Majidah mengatakan bahwa kalangan pedagang senang dengan kehadiran momen ini, karena dapat menghidupkan pasar bunga dan penjualan kartu ucapan selamat hari valentine. Jika tasyabuh dengan orang-orang kafir dalam hari raya mereka tidak boleh, maka begitu pula halnya berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dengan bentuk apapun.
Nura berkata seraya membuang bunga mawarnya: sungguh aku sangat membutuhkan persahabatan seperti ini, persahabatan yang dapat membimbingku kepada kebenaran dan mencintaiku karena Allah SWT. Aku memohon kepada Allah SWT agar menjadikan kita termasuk orang-orang yang Dia katakan: „Cinta dan kasih sayangku wajib aku berikan untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, saling mengunjungi karena-Ku dan saling memberi karena-Ku.“
Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus yang mendekatkan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disiapkan bagi orang-orang yang bertaqwa. Dan semoga Allah SWT memelihara dan menjaga kepribadian islam kita yang agung dan memperbaiki kondisi kaum muslimin.
Fatwa Syekh Muhammad As-Shalih bin Utsaimin pada 5/11/1420 H.
Pertanyaan: Dewasa ini perayaan hari Valentine telah menjadi trend, khususnya di kalangan para siswi dan mahasiswi, padahal itu adalah hari raya Nasrani. Seragam yang mereka pakai baju hitam dan sepatu hitam, mereka saling bertukar bunga merah…Kami mohon Syekh menjelaskan tentang hukum perayaan seperti ini, dan apa nasehat Syekh untuk kaum muslimin dalam perkara ini…!
Jawab: Merayakan hari valentine tidak boleh, oleh karena itu hukumnya haram dengan beberapa alasan:
1- Bahwa itu adalah hari raya bid’ah, tidak memiliki dasar dalam syari’ah Islam.
2- Hari raya seperti itu hanya akan menyibukkan hati dan perasaan dengan hal-hal yang tidak ada gunanya dan bertentangan dengan petunjuk salafushalih -semoga Allah meridhai mereka-, maka tidak boleh terjadi pada hari itu satu bentuk syi’ar hari raya apapun baik dalam makanan, minuman, maupun pakaian, atau saling tukar-menukar hadiah atau yang lainnya. Wajib atas setiap muslim untuk bangga dengan agamanya dan tidak boleh mengekor serta mengikuti setiap seruan. Aku memohon kepada Allah SWT agar melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan membimbing kita dengan bimbingan serta taufik-Nya.
Jumat, 30 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar